Selasa, 26 Oktober 2010

Ada Cerita

HITAM PUTIHNYA DUNIAKU KARENA BAPAKKU

Pagi ini matahari sangat menyengat panasnya. Tak ada satupun awan yang menutupi dan menyelimutinya. Seperi hari-hari biasanya, suasana kota sangat panas dan riuh oleh kendaraan yang lalu lalang. Rasanya udara sangat sesak sekali setiap kali kita menghirupnya, kita seperti berebutan udara bersh di kota besar seperti Jakarta ini. Mungkin lebih banyak CO2 nya ketimbang oksigen.
Cuaca panas dipagi ini tak menyurutkan langkah Rani untuk bekerja seperti biasanya. Rani adalah salah satu orang di kota tersebut yang harus melawan hari ini dengan bekerja di bawah terik matahari untuk melangsungkan hidupnya, ia membantu ibunya yang juga seorang pemulung. Sebenarnya Rani masih mempunyai bapak, tetapi bapaknya adalah seorang pengangguran yang malas mencari kerja dan suka judi serta mabuk-mabukan. Hampir setiap malam bapaknya datang dengan kondisi mabuk dan tidak akan pernah ketinggalan hal yang selalu dilakukan bapaknya kepada ibunya yaitu menyiksa ibunya. Keadaan seperti itu selalu Rani lihat setiap hari, setiap hari juga Rani selalu menyumpahi bapaknya dalam hatinya. Tetapi suatu hari Rani tak sanggup lagi melihat ibunya diperlakukan bapaknya seperti itu, ia pun marah dan memukul bapaknya dengan sebuah kayu. Hal itu membuat bapaknya geram dan marah. Hari itu juga Rani disiksa oleh bapaknya hingga wajahnya lebam-lebam. Sebenarnya Rani ingin pergi dari rumah yang seperti neraka itu, tetapi ia tidak tega dengan ibunya yang selalu setia dengan bapak yang bejat itu. Ibunya tidak mau meninggalkan bapaknya walaupun sering disiksa raga dan batinnya. Ibunya selalu berkata kepada Rani, “bagaimanapun ia bapakmu, Nduk”, hal itu selalu dikatakan ibunya setiap Rani menyumpahi dan marah terhadap bapaknya.
Suatu hari ibunya jatuh sakit dan tidak dapat bekerja, Ranipun akhirnya berangkat sendiri bekerja sebenarnya ia tak tega melihat ibunya sendiri di rumah tapi gimana lagi kalau tak bekerja makan apa hari ini dan uang darimana untuk beli obat. Pendapatan hari ini sangat lumayan, tidak seperti hari biasanya. Ranipun pulang kerumah membawakan nasi bungkus untuk dimakan ibunya sebelum ia membeli obat. Tetapi sebelum membeli obat, bapaknya datang marah-marah dan minta uang. Rani tak memberikan uang itu kepada bapaknya karena untuk membeli obat ibunya. Terjadilah pertengkaran hebat diantara mereka, uang yang seharusnya untuk membeli obat diambil bapaknya, Ranipun menangis didekat ibunya.
Sudah 2 minggu ibunya sakit dan selama itu pula tak mendapat perawatan medis karena tak punya uang, ibunya hanya diberi obat dari warung. Kelakuan bapaknya semakin manjadi-jadi, setiap hari ada saja orang yang datang menagih hutang. Keadaan tersebut diketahui ibunya dan membuat sakitnya tambah parah.
Malam itu, setelah rumahnya dirusak oleh salah satu penagih hutang yang menagih bapaknya,  bapaknya datang ke rumah. Ia membawa Rani dengan paksa tanpa sepengetahuan ibunya. Rani diajak kesuatu tempat yang penuh dengan penjudi. Ditempat itu bapaknya menawarkan Rani, Rani memberontak dan berusaha lari tetapi tetap tak bisa. Rani hanya menangis dan melihat bapaknya yang seperti setan, Ranipun menjadi seorang pelacur. Rani akhirnya menuruti perintah bapaknya dengan pikiran ia dapat banyak uang agar dapat mengobati ibunya yang sudah lama sakit tetapi ternyata tidak seperti yang diharapkan. Uangnya selalu diminta bapaknya.
Hari ini, hati Rani tak menentu. Ia seperti mendapat firasat akan terjadi sesuatu. Saat itu berangkat menuju tempat ia bekerja ia disusul tetangganya yang memberi kabar kalau ibunya meninggal. Rani memang sudah 2 hari ini tak pulang kerumah. Hatinyapun semakin hancur karena ditinggal ibunya. Rani semakin menjadi-jadi, ia tidak mau berhenti sebagai wanita penghibur, ia malah melampiaskan kemarahannya dengan hal itu. Sekarang ia tetap bekerja sebagai wanita nakal dan ia sekarang hidup dengan bapaknya yang tega membuatnya seperti ini. Ia tidak mengusir bapaknya karena ia selalu mengingat kata-kata yang selalu diucapkan oleh ibunya, “bagaimanapun ia tetap bapakmu, Nduk”. Rani pun mengahabiskan malam-malamnya sebagai wanita penghibur. Rani selalu berfikir apakah Tuhan akan memaafkannya dan memihaknya, setiap memikirkan itu Rani ingin berhenti tapi ia selalu menganggap bahwa dirinya sudah terlalu berdosa dan tidak mungkin untuk bertobat. Setiap memikirkan hidupnya seperti itu, Rani selalu berfikir ini adalah kesalahan Bapakku.
Pada suatu hari saat Rani bekerja ia bertemu dengan laki-laki yang membuat hatinya tergugah untuk mencintai seseorang. Lelaki itu bernama Ardi, lama-kelamaan mereka berduapun menjalin hubungan yang serius lebih dari seorang pelanggan yang memakai Rani. Akhirnya merekapun menikah, Rani berhenti bekerja sebagai wanita penghibur. Awal pernikahan Ardi bersikap lembut dan tidak memperdulikan masa lalu Rani tetapi 4 bulan usia pernikahan mereka Ardi selalu datang dengan kondisi mabuk dan marah-marah. Ardi selalu mencaci Rani dengan kata-kata yang sangat menyakitkan bagi Rani. Suatu saat mereka berdua bertengkar di jalan, Ardi mencaci Rani di depan banyak orang, “dasar pelacur, istri tak berguna untung kamu punya suami seperti saya yang mau menjadikanmu istri!”. Saat itu hati Rani sangat hancur melihat tingkah Ardi yang tega mencaci dirinya dihadapan banyak orang. Setelah pertengkaran itu merekapun bercerai. Ranipun kembali mejalani hidupnya sebagai wanita penghibur. Saat itu juga Rani benar-benar yakin tak ada orang yang menginginkannya dan saat itu pula ia menutup hatinya dan tetap bekerja sebagai wanita penghibur.  

CHIKI IN MEMORIAN


Pyaaaaarrrrr…….!!!!! Tanpa sengaja ku senggol gelas di maja sampai jatuh ke lantai. Sejenak ku letakkan piring berisi nasi dan ikan itu untuk membersihkan pecahan gelas tadi. Chiko berteriak-teriak di luar rumah karena menahan lapar. Tampaknya dia sudah tidak sabar untuk segera menyantap makanan yang telah ia nantikan. Tanpa banyak buang waktu aku segera keluar membawa makanan. Aku memanggil ”Chiko.... Chiko...” dengan cepat dia berlari mendekatiku. Tanpa banyak tingkah Chiko langsung menyantap makanan yang ku berikan.
Aku berdiri dan beranjak maninggalkan Chiko menuju ke halaman. Ku layangkan pandangan ke semua sudut. Tak seperti biasa aku merasa ada yang aneh. Saat itu ak tidak melihat Chiki. Tidak biasanya Chiko bermain sendiri. Chiki dan Chiko merupakan sepasang sahabat setia yang sangat ku sayang. Di halaman aku memanggil ”Chiki....... Chiki...... Chiki.....” namun tak sesosokpun datang menghampiriku. Aku sangat kawatir karena sampai menjelang sore Chiki tak kunjung pulang. Andai aku bisa, ingin aku bertanya pada Chiko. Namun aku tidak tahu bagaimana caranya berbicara padanya. Yang bisa aku lakukan saat itu hanya menunggu dan berharap agar Chiki segera pulang.
Waktu terus berjalan sampai genap dua hari, namun Chiki tak juga pulang. Semenjak kepergian Chiki aku merasa ada yang kurang. Aku juga kasihan sama Chiko karena ia harus menghabiskan waktunya sendirian. Andai dia bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan, pasti akan berkata bahwa ia sangat kesepian. Aku berusaha bertanya kesana kemari untuk mengetahui keberadaan Chiki. Namun tak banyak informasi yang ku dapat.
Aku mulai putus asa. Aku tidak dapat menemukan keberadaan Chiki. Hanya pengharapan dan pasrah yang berada di pikiranku. Tengah malam menginjak hari ketiga kepergian Chiki, aku berpikir ”jika Chiki menghilang karna diculik kemudian dipelihara dengan baik maka aku rela dan ikhlas. Namun jika dia diculik kemidian dibunuh, maka aku sangat berharap pelakunya mendapat hukuman yang setimpal”. Pagi itu, hari ke tiga Chiki pergi. Pada hari itu aku masih menunggu ia pulang. Namun seharian menunggu tak juga mendapatkan hasil.
Genap hari keempat, seperti biasa aku bamgun pagi. Aku berjalan ke belakang untuk mengambil sapu lidi untuk menyapu halaman. Ku arahkan pandangan ke semua sudut halaman. Tepat di bawah pohon mangga, aku melihat sesosok Chiki tertidur. Aku memanggil ”Chiki......Chiki....” namun dia tak beranjak. Kemudian, aku berjalan menghampirinya. Aku memegangnya namun dia sudah tidak bergerak. Di bagian mulutnya tampak berbusa. Dengan keadaan tubuh yang sangat kurus seperti tidak makan berhari-hari. Keadaannyapun sudah kaku. Ternyata dia sudah mati.
Bersamaan dengan itu, Chiko juga berada di sebelahku. Dia mengendus-endus badan Chiki seakan turut merasa kehilangan. Aku mengangkat Chiki kemudian membawanya ke halaman belakang. Di sana aku membuat lubang kecil untuk mengubur jasat Chiko. Aku merasa kehilangan dan sangat kecewa. Dalam hati aku berkata ” kejam sekali orang yang telah tega meracuni anjing mungil ini”. Chiko pun sekarang harus melewati hari-harinya dengan kesendirian.
Setelah proses pemakaman Chiki selesai, dengan langkah penuh rasa kecewa aku berjalan masuk ke rumah. Sejenak aku berpikir mungkin ini suatu pelajaran buat ku untuk lebih menyayangi dan memperhatikan apa yang aku miliki. Sekarang anjing kesayanganku hanya tinggal Chiko seekor. Aku harus lebih menjaganya supaya kejadian pahit ini tidak terulang kembali. Sekarang Chiko tumbuh menjadi anjing jantan yang penurut, dan sangat setia menemaniku.
 
KAMARKU

Kamarku adalah tempat mimpiku dan belajarku, juga tempat tidurku untuk melepas lelah. Kamarku dekat dengan jendela yang tiap pagi memancarkan sinar matahari dan angin yang berhembus dengan sejuk lewat jendela kamarku dan kebetulan kamarku depan dan dekat dengan ruang tamu dan teras depan, depan kamarku terdapat pohon mangga yang membikin sejuk dan bikin tidak panas di dalam kamar.
Di dalam kamarku terdapat fotoku dan ada beberapa barang-barang unik, seperti tempat sisir tempat pas bunga, tempat foto-foto yang aku letakkan di tempat tata lemari rias di rumah. Aku sangat menyukai bunga tapi yang sering aku koleksi di rumah adalah bunga mawar, apalagi warna merah. Kamarku sekarang jarang aku tempati karena aku harus kuliah di Semarang. Kamarku tidak pernah aku tempati paling 2 minggu sekali kalau aku pulang ke rumah. Sebelah kiri kamarku terdapat lemari tempat bajuku yang sangat berantakan. Lemari paling bawah buat menaruh celana panjang atau pendek, bagian tengah buat kaos panjang ataupun pendek. Di depan kamarku terdapat TV yang setiap hari buat menonton sinetron, dan buat mendengarkan musik karena aku suka dengerin musik apalagi kalau lagunya dari group band Ungu aku suka banget.
Kamarku termasuk kamar yang paling rapi dan bagus di antara yang lain. Kamarku aku cat pakai warna pink yang merupakan warna kesukaanku. Kamarku sendiri aku bikis sebagus dan seunik mungkin biar aku nyaman tidur di kamarku. Saudara-saudaraku kalau tidur pasti tidurnya memilih di kamarku. Hal itu mungkin karena enak kali ya kamarku? Ranjangku terbuat dari kayu jati, maklum orang desa. Tapi ranjangku termasuk besar karena kamarku juga termasuk luas banget, aku biasa pakai seprai warna hijau atau pink dan selimut warna hijau bergambar.
Kamarku ketika malam terasa panas dan pengap banget, karena tidak ada lubang udara, dan kalau malam tertutup rapat banget hingga sangat panas. Tapi aku suka dengan kamarku itu. Tiap aku tidak bisa tidur, aku pada waktu malam-malam sering banget menyalakan musik sampe-sampe ibuku terkadang marah sama aku. Lampu kamar selalu aku nyalain karena aku takut banget dengan kegelapan karena aku orangnya penakut.
 Dulu di kamarku sebelum dibangun adalah bekas gudang penyimpanan pupuk, tapi setelah aku besar kamarnya dibangun dan jadilah kamarku. Kalau aku pulang ke rumah pasti kamarku selalu aku rapiin, tapi aku paling males dengan ngrapiin baju. Terkadang kalau aku di Semarang, aku ingin segera pulang ke desa, karena rasanya rindu dan kangen banget dengan suasana itu apalagi kamarku sangat aku sukai dan aku sayangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar