Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1.Siswa bebas mengambil kAeputusan dan berekspresi secara utuh.
2.Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3.Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4.Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1.Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2.Berpikir dan bertindak kreatif.
3.Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4.Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5.Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6.Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7.Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1.Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2.Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1.Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4.Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5.Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1.Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2.Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3.Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1.Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2.Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3.Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini
Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mngikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1.Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2.Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3.Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4.Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5.Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6.Kesimpulan guru.
7.Penutup.
Kelebihan:
•Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
•Setiap siswa mendapat peran.
•Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
•Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
•Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).
Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.
Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1.Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2.Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3.Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4.Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5.Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6.Kesimpulan.
Kelebihan:
•Setiap siswa menjadi siap semua.
•Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
•Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
•Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
•Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
________________________________________
Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1.Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2.Guru menyajikan pelajaran.
3.Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4.Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5.Memberi evaluasi.
6.Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.
Model Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1.Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3.Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4.Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5.Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6.Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7.KKesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
Agus_Sambeng
Dua Sisi Kehidupan.
Kamis, 28 Oktober 2010
Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
A.Kajian Teori tentang Bimbingan dan Konseling
1.Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling merupakan terjemahan dari ”guidance”.Secara harfiyah istilah “guidance” dari akar kata “guide” berarti: (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), (4) menyetir (to steer).
Menurut Moh. Surya (dalam Dewa Ketut Sukardi, 2002:20). Bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Sedangkan istilah konseling berasal dari bahasa inggris yaitu “to counsel” yang secara etimologis berarti ”to give advice” atau memberi saran dan nasihat. Homby, 1958 (dalam Hallen, 2005:09).
Menurut Rogers (dalam Hallen A 2005:9), mengatakan bahwa konseling adalah serangkai hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
Menurut Ahmad Juntika Nurihsan, dkk (2005:9), bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada individu (peserta didik/siswa) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan sesuai keadaan lingkungan Sekolah Dasar, keluarga,
dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya.
Dengan demikian bimbingan dan konseling mempunyai pengertian proses pemberian bantuan dari konselor kepada klien, guna memecahkan permasalahan yang dihadapinya dan dapat mencapai tingkat perkembangan yang optimal sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dalam hubungan ini bimbingan dan konseling berfungsi sebagai memberi layanan kepada peserta didik agar masing-masing peserta didik dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang utuh dan mandiri. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut Hallen A (2005:55-58), fungsi-fungsi tersebut adalah:
a.Fungsi pemahaman ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik, baik pemahaman tentang diri sendiri, orang tua, guru pembimbing, pemahaman tentang lingkungan peserta didik, serta pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas termasuk di dalamnya informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan dan informasi sosial.
b.Fungsi pencegahan ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang akan timbul, yang akan mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
c.Fungsi pengentasan ; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terentaskannya atau teratasinya suatu masalah dengan cara yang paling cepat,
tepat, dan cermat.
d.Fungsi pemeliharaan dan pengembangan ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini, hal-hal yang dipandang sudah bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan, dengan demikian dapat diharapkan agar peserta didik dapat mencapai perkembangan kepribadian secara optimal.
e.Fungsi advokasi ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan mengasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka dan upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal.
Menurut Ahmad Juntika Nurihsan (2004:14), fungsi bimbingan dan konseling adalah:
a.Fungsi pemahaman ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu pengembangan dalam diri siswa.
b.Fungsi penyaluran ; fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu siswa untuk memantapkan kegiatan belajar disekolah seperti memilih jurusan sekolah, jenis sekolah dan lain-lain.
c.Fungsi adaptasi ; fungsi bimbingan dan konseling yang membantu petugas disekolah, khususnya guru, untuk mengadaptasikan program pendidikan dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan para peserta didik.
d.Fungsi penyesuaian ; fungsi bimbingan dan konseling dalam rangka membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi dan memperoleh kemajuan dalam perkembangannya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi bimbingan dan konseling adalah mencegah masalah yang timbul dan menciptakan kondisi perkembangan seluruh potensi anak secara optimal, baik dalam belajar maupun dalam bergaul dengan lingkungan sehingga anak didik dapat meningkatkan prestasi belajarnya di sekolah masing-masing.
3.Tujuan Bimbingan dan Konseling
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada uraian terdahulu, bahwa bimbingan dan konseling menempati bidang layanan pribadi dalam keseluruh proses dan kegiatan pendidikan. Menurut Dewa Ketut Sukardi, (2005:27-28). Tujuan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
a.Tujuan Umum
Tujuan umum layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b.Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi-sosial, belajar dan karir. Bimbingan pribadi sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang bertakwa, mandiri, dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karir dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.
Menurut Hallen A, ( 2005:53), tujuan bimbingan dan konseling yaitu: (a) agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut, (b) agar peserta didik mengenal lingkungannya secara obyektif baik lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya yang sarat dengan nilai-nilai dan norma-norma, maupun lingkungan fisik dan menerima kondisi lingkungan secara positif, (c) agar pesrta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil putusan tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkut bidang pendidikan, bidang karier, maupun bidang budaya, keluarga, dan masyarakat.
Dari uraian di atas maka bimbingan dan konseling mempunyai tujuan untuk membantu siswa, agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangannya dan menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur.
4.Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan, seharusnya ada suatu atau dasar yang melandasi dilakukannya kegiatan tersebut atau dengan kata lain ada asas yang dijadikannya dasar pertimbangan kegiatan itu. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut Hallen A (2005:75-83) ada dua belas asas yang harus menjadi dasar pertimbangan dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu: (a) asas kerahasiaan ; asas bimbingan dan konseling yang menuntut di rahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik atau klien yang menjadi sasaran layanan yaitu keterangan yang tidak boleh diketahui orang lain, (b) asas kesukarelaan ; asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukarelaan peserta didik dalam mengikuti kegiatan yang diperuntukkan bagi peserta didik. Kesukarelaan ini diindikasikan dengan tingginya motivasi dan keterlibatan anak untuk mengikuti program bimbingan dan konseling dalam rangka mengentaskan dan mengembangkan pribadi peserta didik yang akan menemukan jati diri, (c) asas keterbukaan ; asas bimbingan dan konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana keterbukaan. Baik yang dibimbing/dikonsel maupun pembimbing/konselor bersifat terbuka “bersedia menerima saran-saran dari luar” tetapi dalam hal ini lebih penting masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah yang dimaksud, (d) asas kekinian ; asas kekinian pada umumnya pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang dirasakan klien saat sekarang atau kini, namun pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau dimensi waktu yang lebih luas yaitu masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang, (e) asas kemandirian ; seperti dikemukakan terdahulu kemandirian merupakan tujuan dari usaha layanan bimbingan dan konseling. Dalam memberikan layanan para petugas hendaknya selalu berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing, (f) asas kegiatan ; asas bimbingan dan konseling yang menghendaki peserta didik atau orang tua yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan atau kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya, (g) asas kedinamisan ; upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekedar mengulang - ulang hal - hal yang lama bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju kesuatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, (h) asas keterepaduan ; asas layanan bimbingan dan konseling memadukan berbagai aspek individu yang dibimbing, sebagaimana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaannya tidak saling serasi dan terpadu akan justru menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri individu yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan, (i) asas kenormatifan ; asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku, (j) asas keahlian ; asas bimbingan dan konseling secara teratur, sistematik, dan dengan menggunakan teknik serta alat yang memadai. Asas keahlian ini akan menjamin keberhasilan jika dalam pelaksanaannya bimbingan dan konseling memiliki tenaga yang ahli, (k) asas alih tangan ; asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien), mengalih tangankan permasalahan ini kepada pihak yang lebih ahli, (l) asas tut wuri handayani ; merupakan asas bimbingan dan konseling menunjukkan pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing.
Menurut Ahmad Juntika Nurihsan (2004:15), asas bimbingan dan konseling adalah: (a) asas kerahasiaan, (b) asas kesukarelaan, (c) asas keterbukaan, (d) asas kekinian, (e) asas kemandirian, (f) asas kegiatan, (g) asas kedinamisan, (h) asas keterpaduan, (i) asas kenormatifan, (j) asas keahlian, (k)
asas alih tangan, (l) asas tutwuri handayani.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kemandirian, asas kegiatan, asas kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih tangan, dan asas tut wuri handayani. Saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu diselenggarakan secara terpadu dan dijadikan dasar pertimbangan dalam pelayanan. Sehingga asas-asas tersebut dapat di katakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh pelayanan bimbingan dan konseling.
5.Bidang Bimbingan dan Konseling
Dalam melaksanakan bimbingan dan konseling agar siswa dapat mengembangkan bakat, minat, dan keterampilan siswa untuk mengatasi kesulitan belajar perlu adanya penerapan dalam berbagai bidang.
Menurut W.S Winkel (dalam Dewa Ketut Sukardi, 2002:38), ada tiga bidang dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, yaitu: (a) Bidang bimbingan pribadi-sosial yaitu bidang bimbingan pribadi yang membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Dalam bidang bimbingan sosial, membantu siswa, mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur, dan bertanggung jawab. Bimbingan pribadi-sosial berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusian dengan sesama diberbagai lingkungan, (b) Bidang bimbingan belajar yaitu bidang bimbingan yang membantu siswa mengembangkan diri, sikap, dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi, dan (c) Bidang bimbingan karir, yaitu bidang bimbingan yang membantu siswa merencanakan dan mengembangkan masa depan karir.
Menurut Heru Mugiarso (2006:51), mengemukakan empat bidang bimbingan dan konseling yaitu : (a) Bidang bimbingan pribadi yaitu bimbingan yang membantu menemukan dan mengembangkan pribadi siswa yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dengan cara pemantapan pemahan tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangan melalui kegiatan yang kreatif dan produktif, (b) Bidang bimbingan sosial, yaitu bidang bimbingan dan konseling yang membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, bertanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan dengan cara pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, dan kebiasaan yang berlaku, (c) Bidang bimbingan belajar, yaitu bidang bimbingan dan konseling yang membantu siswa mengembangkan diri sikap kebiasaan belajar yang baik dengan cara pemantapan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif dan efisien serta produktif, baik dalam mencari informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap terhadap guru dan nara sumber lainnya, mengembangkan keterampilan belajar, mengerjakan tugas-tugas pelajaran dan menjalani program penilaiaan hasil belajar, dan (d) Bidang bimbingan karir, yaitu bidang bimbingan dan konseling membantu siswa untuk merencanakan dan mengembangkan masa depan karir dengan cara pemantapan, pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang hendak dikembangkan.
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan bimbingan dan konseling dapat melalui berbagai bidang yaitu bidang bimbingan pribadi-sosial, bidang bimbingan belajar, dan bidang bimbingan karier.
6.Jenis-jenis Layanan Kegiatan Bimbingan dan Konseling
Berbagai jenis layanan dan kegiatan yang perlu dilakukan sebagai wujud penyelenggaraan pelayanan bimbingan dam konseling terhadap sasaran layanan. Menurut Dewa Ketut Sukardi (2002:43-49). Layanan dan kegiatan pokok tersebut adalah sebagai berikut: (a) Layanan orientasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap peserta didik terutama orang tua memahami lingkungan seperti sekolah yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya yang peserta didik dilingkungan yang baru. (b) Layanan informasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan pengaruh yang besar kepada peserta didik (terutama orang tua) menerima dan memahami informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan-bahan pertimbangan dan pengambilan kuputusan sehari-hari. (c) Layanan penempatan dan penyaluran layanan pembelajaran, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinakan peserta didik (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran sesuai dengan potensi, bakat minat, serta kondisi pribadinya. (d) Layanan bimbingan belajar, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peseta didik (klien) mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, (e) Layanan Konseling Perorangan, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta dididk (klien) mendapatkan layanan langsung tatap muka dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan penuntasan permasalahan pribadi. (f) Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu. (g) Layanan konseling kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan utuk pembahasan dan pengentasan permasalahan.
Menurut Ahmad Juntika Nurihsan, dkk (2005:21-22) menyebutkan 6 layanan bimbingan dan konseling adalah : (a) Layanan pengumpulan data adalah: kegiatan dalam bentuk pengumpulan data, pengolahan dan penghimpunan berbagai informasi tentang siswa beserta latar belakangnya. Tujuan layanan ini untuk memperoleh pemahaman obyektif terhadap siswa dalam membantu mereka mencapai perkembangan optimal, (b) Layanan informasi adalah : layanan dalam memberikan sejumlah informasi kepada siswa. Layanan ini bertujuan agar siswa memiliki informasi memadai, baik informasi tentang dirinya maupun informasi tentang lingkungannya. Informasi yang diterima oleh siswa merupakan bantuan dalam membuat keputusan secara tepat, (c) Layanan penempatan adalah : layanan untuk membantu siswa agar memperoleh wadah yang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Layanan ini bertujuan agar setiap siswa dapat mencapai prestasi optimal sesuai dengan potensinya. (d) Layanan konseling adalah : layanan kepada siswa yang menghadapi masalah-masalah pribadi melalui teknik konseling. Layanan ini bertujuan agar siswa yang menghadapi masalah pribadi mampu memecahkannya sendiri. (e) Layanan referal adalah : layanan untuk melimpahkan kepada pihak lain yang lebih mampu dan berwenang apabila masalah yang ditangani itu di luar kemampuan dan kewenangan personil/guru kelas di SD tersebut. (f) Layanan penilaian dan tindak lanjut : layanan untuk menilai keberhasilan usaha bimbingan yang telah diberikan.
Berbagai jenis layanan yang telah dipaparkan melalui uraian di atas dapat saling terkait dapat menunjang antara satu dengan lainnya, sesuai dengan asas keterpaduan yaitu pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki keterpaduan berbagai aspek individu yang perlu dibimbing, agar individu dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
B.Kajian Teori tentang Kesulitan Belajar
1.Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan suatu terjemahan dari istilah bahasa Inggris “learning disability”. Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena “learning” artinya belajar dan disability artinya ketidakmapuan, sehingga terjemahan yang sebenarnya adalah ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan dalam ini karena dirasakan lebih optimistik.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002:201), kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar.
Menurut Abu Ahmadi, dkk (2004:77), kesulitan belajar adalah keadaan dimana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Menurut Dalyono (2005:229), kesulitan belajar adalah keadaan dimana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya.
Dengan demikian kesulitan belajar mempunyai pengertian suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, sehingga anak kurang cepat dalam mengembangkan prestasi belajarnya.
2.Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002:203-212), faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak didik dapat dibagi menjadi:
a. Faktor anak didik ; anak didik adalah subjek yang belajar, anak didik merasakan langsung penderitaan akibat kesulitan belajar. Karena anak adalah orang yang belajar, bukan guru yang belajar. Guru hanya mengajar dan mendidik. Kesulitan belajar yang diderita anak didik tidak hanya yang bersifat menetap, tetapi juga yang bisa dihilangkan dengan usaha-usaha tertentu. Faktor intelegensi adalah kesulitan anak didik yang bersifat menetap. Sedangkan kesehatan yang kurang baik, kebiasaan belajar yang tidak baik
adalah faktor non-intelektual yang bisa dihilangkan.
b. Faktor sekolah ; sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan rumah rehabilitasi anak didik. Ditempat inilah anak didik menimba ilmu pengetahuan dengan bantuan guru yang berhati mulia. Sebagai lembaga pendidikan yang setiap hari anak didik datangi tentu saja mempunyai dampak yang besar bagi anak didik. Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar akan ditentukan sampai sejauh mana kondisi dan sistem sosial di sekolah dalam menyediakan lingkungan yang kondusif dan kreatif. Sarana dan prasarana sudahkah mampu dibangun dan memberikan layanan yang memuaskan bagi anak didik.
c.Faktor keluarga ; keluarga adalah lembaga pendidikan informal (luar sekolah) yang diakui keberadaannya dalam dunia pendidikan. Peranannya tidak kalah pentingnya dalam lembaga formal dan non-formal. Bahkan sebelum anak didik mamasuki sekolah, anak sudah mendapatkan pendidikan dalam keluarga yang bersifat kodrati.
d.Faktor masyarakat sekitar ; jika keluarga adalah komunitas terkecil, maka masyarakat adalah komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial yang tersebar. Dalam masyarakat sosial terpatri strata sosial yang merupakan yang merupakan penjelmaan dari suku, ras, agama , pendidikan, dan status.
Menurut Hallen A (2005:121-123), ada dua faktor penyebab kesulitan belajar yaitu faktor internal yaitu faktor yang di dalam diri peserta didik dan faktor ekstern yaitu faktor yang berada di luar diri peserta didik. a) faktor internal seperti ; kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik, kurangnnya bakat khusus untuk suatu situasi belajar tertentu, kurangnya motivasi atau dorongan untuk belajar, emosional peserta didik pada waktu tertentu, faktor jasmaniah yang tidak mendukung kegiatan belajar dan faktor hereditas (bawaan) yang tidak mendukung kegiatan belajar. b) faktor ekstern seperti ; faktor lingkungan sekolah yang kurang memadai bagi situasai belajar peserta didik, situasi dalam keluarga mendukung situasi belajar peserta didik dan situasi lingkungan sosial yang mengganggu kegiatan belajar peserta didik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan faktor-faktor kesulitan belajar dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor tersebut dapat teratasi jika pihak keluarga, lingkungan sekitar dan sekolah secara intensif memberi motivasi dan bimbingan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, dan anak responsive terhadap bimbingan yang diberikan.
3.Cara Mengenal Anak Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Seperti telah dijelaskan bahwa anak didik yang mengalami kesulitan belajar adalah anak didik yang tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan, ataupun gangguan dalam belajar, sehingga menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati oleh orang lain, guru, ataupun orang tua. Menurut Abu Ahmadi, dkk (2004:94-96). Beberapa gejala sebagai indikator adanya kesulitan belajar anak didik dapat dilihat dari petunjuk-petunjuk berikut : a) menunjukkan prestasi belajar yang rendah, dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok anak didik di kelas, b) hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Padahal anak didik sudah berusaha belajar dengan keras, tetapi nilainya selalu rendah, c) anak didik lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar, d) anak didik menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, berpura-pura, berdusta, mudah tersinggung, dan sebagainya, e) menunjukkan tingkah laku yang berlainan, seperti mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, dan sebagainya.
Menurut Moh. Surya (dalam Hallen A, 2005:120), selain indikator gejala kesulitan belajar di atas ada satu gejala yang di tunjukkan anak didik adalah menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan anak didik yang mengalami kesulitan belajar adalah anak didik yang mengalami hambatan, gangguan belajar, sehingga menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati orang lain. Maka pihak guru atau pembimbing cepat memberi perhatian kepada anak didik tersebut dengan cara mengadakan penyelidikan tentang kesulitan belajarnya.
4.Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar
Menurut Abu Ahmadi dkk (2004:96-101), mengemukakan bahwa secara
garis besar langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu :
a.Pengumpulan data
Menurut Sam Isbani dan R. Isbani (dalam Abu Ahmadi, 2004:96), dalam pengumpulan data dapat digunakan berbagai metode, diantaranya adalah : observasi, kunjungan rumah, case study, case history, daftar pribadi, meneliti pekerjaan anak, tugas kelompok, melaksanakan tes. Dalam pelaksanaannya, metode-metode tersebut tidak harus semuanya digunakan secara bersama-sama akan tetapi tergantung pada masalahnya.
b.Pengelolaan data
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, tidak ada artinya jika tidak diadakan pengolahan secara cermat. Dalam pengelolaan data, langkah yang dapat ditempuh antara lain adalah : Identifikasi kasus, membandingkan antar - kasus, membandingkan hasil tes, dan menarik kesimpulan.
c.Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengelolaan data. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut: Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya), keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar, dan keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar dan sebagainya. Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya : Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak. Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak. Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak. Social worker, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami anak. Ortopedagogik, untuk mengetahui kelainan-kelainan yang ada pada anak, Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah. Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak di rumah.
d. Prognosis
Prognosis artinya “ramalan”. Dalam “Prognosis” ini anatara lain akan ditetapkan mengenai bentuk : treatment (perlakuan) sebagai follow up dari diagnosis. Dalam hal ini dapat berupa : bentuk treatment yang harus diberikan, bahan atau materi yang diperlukan, metode yang akan digunakan, alat-alat bantu belajar mengajar yang diperlukan, waktu (kapan kegiatan itu dilaksanakan). Pendek kata, prognosis adalah merupakan aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.
e.Treatment (perlakuan)
Perlakuan di sini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar). Bentuk treatmen yang mungkin dapat diberikan adalah : melalui bimbingan belajar kelompok, melalui bimbingan belajar individual, melalui pengajaran remidial dalam beberapa bidang studi tertentu, pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis, melalui bimbingan orang tua, dan pengentasan kasus yang mungkin ada.
f.Evaluasi
Evaluasi di sini dimaksudkan untuk meengetahui, apakah treatment yang telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment yang diterapkan tersebut tidak berhasil maka perlu ada pengecekan kembali kebelakang faktor-faktor apa yang mungkin menjadi penyebab kegagalan treatment tersebut. Mungkin program yang disusun tidak tepat, sehingga treatmentnya juga tidak tepat, atau mungkin diagnosisnya yang keliru, dan sebagainya. Alat evaluasi yang digunakan untuk evaluasi ini dapat berupa tes prestasi belajar (achievement test). Untuk mengadakan pengecekan kembali atas hasil treatment yang kurang berhasil, maka secara teoritis langkah-langkah yang perlu ditempuh, adalah sebagai berikut : Re-ceking data (baik itu pengumpulan maupun pengolahan data), Re-diagnosis, Re-prognosis, Re-treatment, Re-evaluasi. Begitu dan seterusnya sampai benar - benar dapat berhasil mengatasi kesulitan
belajar anak yang bersangkutan
Menurut Hallen A (2005:129), langkah-langkah yang perlu ditempuh seorang guru dalam mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan dengan enam tahap yaitu:
a.Mengenal peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
Cara yang paling mudah untuk mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah dengan cara mengenali nama peserta didik.
b.Memaham sifat dan jenis kesulitan belajarnya
Langkah kedua dalam mengatasi kesulitan belajar adalah mencari dalam mata pelajaran apa saja siswa ini (kasus) mengalami kesulitan dalam belajar.
c.Menetapkan latar belakang kesulitan belajar
Langkah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang latar belakang yang menjadi sebab timbulnya kesulitan belajar baik yang terletak di dalam diri peserta didik sendiri maupun diluar dirinya.
d.Menetapkan usaha-usaha bantuan
Setelah diketahui sifat dan jenis kesulitan serta latar belakangnya, maka
langkah selanjutnya ialah menetapkan beberapa kemungkinan tindakan-tindakan usaha bantuan yang akan diberikan, berdasarkan data yang akan di peroleh.
e.Pelaksanaan bantuan
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari langkah sebelumnya, yakni melaksanakan kemungkinan usaha bantuan. Pemberian bantuan diaksanakan secara terus-menerus dan terah dengan disertai penilaian yang tepat sampai pada saat yang telah diperkirakan.
f.Tindak lanjut
Tujuan langkah ini untuk menilai sampai sejauh manakah tindakan pemberian bantuan telah mencapai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut dilakukan secara terus-menerus, dengan langkah ini dapat diketahui keberhasilan usaha bantuan.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan. Jika faktor penyebab kesulitan belajar sudah diketahui penyebabnya, segera harus diatasi dengan enam tahap yaitu: Pengumpulan data, pengelolaan data, identifikasi kasus, diagnosis,
prognosis, treatmen, dan evaluasi.
C.Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia, kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupan seringkali menghadapi persoalan silih berganti, persolan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain timbul, demikian seterusnya. Berdasarkan atas kenyataan bahwa manusia itu tidak sama satu sama lainnya baik sifat maupun kemampuannya. Maka ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan dari orang lain maupun pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak sanggup mengatasi persoalan tanpa adanya bantuan orang lain. Peserta didik di sekolah biasanya juga memiliki masalah-masalah khususnya masalah dalam menerima atau juga memproses suatu materi pelajaran ke dalam pikirannya.
Bimbingan dan konseling dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Oleh karena itu individu yang mepunyai pribadi yang sehat selalu berusaha bersikap positif terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya, untuk mewujudkan sikap yang positif diperlukan anak didik yang berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri, bebas dan mantap. Anak didik yang seperti ini akan terhindar dari keragu-raguan dan ketakutan serta penuh dengan hal-hal yang positif dalam dirinya seperti kreatifitas, sportifitas dan lain sebagainya dan mampu mengatasi masalah masalah sendiri misalnya masalah kesulitan belajar.
Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para peserta didik di
sekolah, merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang serius di kalangan para peserta pendidik. Dikatakan demikian, karena kesulitan belajar yang dialami oleh para peserta didik di sekolah akan membawa dampak negatif, baik bagi siswa sendiri maupun lingkungannya. Untuk mencegah dampak negatif yang timbul karena kesulitan belajar yang dialami peserta didik, maka para pendidik harus waspada terhadap gejala-gejala kesulitan belajar yang mungkin dialami oleh peserta didiknya.
Masalah belajar yang sering timbul dikalangan peserta didik, misalnya
masalah pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar yang efektif dan efisien,
menggunakan buku-buku referensi, cara belajar kelompok, bagaimana mempersiapkan diri mengahadapi ujian, memilih jurusan atau mata pelajaran yang cocok dengan minat bakat yang dimilikinya, dari masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan program pelayanan bimbingan dan konseling untuk membantu para peserta didik agar mereka dapat berhasil dalam belajar.
Dalam belajar mengajar guru/pendidik sering menghadapi masalah adanya peserta didik yang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan lancar, ada siswa yang meperoleh prestasi belajar yang rendah, meskipun telah diusahakan untuk belajar dengan seabaik-baiknya, guru atau pendidik sering menghadapi dan menemukan peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar, untuk menghadapi peserta didik yang kesulitan belajar, pemahaman utuh dari guru tentang kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didiknya, merupakan dasar dalam usaha meberikan bantuan dan bimbingan yang tepat. Kesulitan belajar yang dialami peserta didik itu akan termanifestasi dalam berbagai macam gejala, misalnya menunjukan hasil belajar yang rendah, hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar, menunjukan sikap yang kurang wajar, menunjukan tingkah laku yang berkelaianan.
Melalui pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan siswa dapat mengalami perkembangan yang optimal baik secara akademis, psikologis dan sosial. Perkembangan yang optimal secara akademis diharapkan peserta didik mampu mencapai prestasi belajar yang baik dan optimal sesuai dengan kemampuan, perkembangan yang optimal ditandai dengan perkembangan kesehatan yang memadai, sedangkan perkembang optimal dari segi sosial bertujuan agar setiap peserta didik dapat mencapai penyesuaian diri dan memiliki kemampuan sosial yang optimal.
Dari uraian di atas telah jelas diuraikan bahwa bimbingan dan konseling sangat diperlukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa, sehingga siswa dapat meperoleh prestasi yang baik. Dengan perolehan prestasi yang baik maka tujuan pendidikan nasional akan tercapai, dan juga dapat berguna bagi kehidupan sehari-hari yang bahagia dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, dkk. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hallen A. 2005. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Quantum Teaching.
Juntika Nurihsan, A. 2004. Manajemen Bimbingan Konseling di Sekolah. Jakarta : PT. Grasindo Anggota Ikapi.
----------- dan Syamsu Yusuf. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mugiarso, Heru. 2006. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT UNNES Press.
Mulyati. 2007. Pengantar Psikologi Belajar. Jogjakarta : Quality Publishing.
Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksana Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling (Studi Karir). Yogyakarta: C. V. Andi Offset.
A.Kajian Teori tentang Bimbingan dan Konseling
1.Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling merupakan terjemahan dari ”guidance”.Secara harfiyah istilah “guidance” dari akar kata “guide” berarti: (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), (4) menyetir (to steer).
Menurut Moh. Surya (dalam Dewa Ketut Sukardi, 2002:20). Bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Sedangkan istilah konseling berasal dari bahasa inggris yaitu “to counsel” yang secara etimologis berarti ”to give advice” atau memberi saran dan nasihat. Homby, 1958 (dalam Hallen, 2005:09).
Menurut Rogers (dalam Hallen A 2005:9), mengatakan bahwa konseling adalah serangkai hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
Menurut Ahmad Juntika Nurihsan, dkk (2005:9), bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada individu (peserta didik/siswa) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan sesuai keadaan lingkungan Sekolah Dasar, keluarga,
dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya.
Dengan demikian bimbingan dan konseling mempunyai pengertian proses pemberian bantuan dari konselor kepada klien, guna memecahkan permasalahan yang dihadapinya dan dapat mencapai tingkat perkembangan yang optimal sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dalam hubungan ini bimbingan dan konseling berfungsi sebagai memberi layanan kepada peserta didik agar masing-masing peserta didik dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang utuh dan mandiri. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut Hallen A (2005:55-58), fungsi-fungsi tersebut adalah:
a.Fungsi pemahaman ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik, baik pemahaman tentang diri sendiri, orang tua, guru pembimbing, pemahaman tentang lingkungan peserta didik, serta pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas termasuk di dalamnya informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan dan informasi sosial.
b.Fungsi pencegahan ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang akan timbul, yang akan mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
c.Fungsi pengentasan ; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terentaskannya atau teratasinya suatu masalah dengan cara yang paling cepat,
tepat, dan cermat.
d.Fungsi pemeliharaan dan pengembangan ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini, hal-hal yang dipandang sudah bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan, dengan demikian dapat diharapkan agar peserta didik dapat mencapai perkembangan kepribadian secara optimal.
e.Fungsi advokasi ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan mengasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka dan upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal.
Menurut Ahmad Juntika Nurihsan (2004:14), fungsi bimbingan dan konseling adalah:
a.Fungsi pemahaman ; fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu pengembangan dalam diri siswa.
b.Fungsi penyaluran ; fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu siswa untuk memantapkan kegiatan belajar disekolah seperti memilih jurusan sekolah, jenis sekolah dan lain-lain.
c.Fungsi adaptasi ; fungsi bimbingan dan konseling yang membantu petugas disekolah, khususnya guru, untuk mengadaptasikan program pendidikan dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan para peserta didik.
d.Fungsi penyesuaian ; fungsi bimbingan dan konseling dalam rangka membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi dan memperoleh kemajuan dalam perkembangannya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi bimbingan dan konseling adalah mencegah masalah yang timbul dan menciptakan kondisi perkembangan seluruh potensi anak secara optimal, baik dalam belajar maupun dalam bergaul dengan lingkungan sehingga anak didik dapat meningkatkan prestasi belajarnya di sekolah masing-masing.
3.Tujuan Bimbingan dan Konseling
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada uraian terdahulu, bahwa bimbingan dan konseling menempati bidang layanan pribadi dalam keseluruh proses dan kegiatan pendidikan. Menurut Dewa Ketut Sukardi, (2005:27-28). Tujuan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
a.Tujuan Umum
Tujuan umum layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b.Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi-sosial, belajar dan karir. Bimbingan pribadi sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang bertakwa, mandiri, dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karir dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.
Menurut Hallen A, ( 2005:53), tujuan bimbingan dan konseling yaitu: (a) agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut, (b) agar peserta didik mengenal lingkungannya secara obyektif baik lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya yang sarat dengan nilai-nilai dan norma-norma, maupun lingkungan fisik dan menerima kondisi lingkungan secara positif, (c) agar pesrta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil putusan tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkut bidang pendidikan, bidang karier, maupun bidang budaya, keluarga, dan masyarakat.
Dari uraian di atas maka bimbingan dan konseling mempunyai tujuan untuk membantu siswa, agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangannya dan menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur.
4.Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan, seharusnya ada suatu atau dasar yang melandasi dilakukannya kegiatan tersebut atau dengan kata lain ada asas yang dijadikannya dasar pertimbangan kegiatan itu. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut Hallen A (2005:75-83) ada dua belas asas yang harus menjadi dasar pertimbangan dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu: (a) asas kerahasiaan ; asas bimbingan dan konseling yang menuntut di rahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik atau klien yang menjadi sasaran layanan yaitu keterangan yang tidak boleh diketahui orang lain, (b) asas kesukarelaan ; asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukarelaan peserta didik dalam mengikuti kegiatan yang diperuntukkan bagi peserta didik. Kesukarelaan ini diindikasikan dengan tingginya motivasi dan keterlibatan anak untuk mengikuti program bimbingan dan konseling dalam rangka mengentaskan dan mengembangkan pribadi peserta didik yang akan menemukan jati diri, (c) asas keterbukaan ; asas bimbingan dan konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana keterbukaan. Baik yang dibimbing/dikonsel maupun pembimbing/konselor bersifat terbuka “bersedia menerima saran-saran dari luar” tetapi dalam hal ini lebih penting masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah yang dimaksud, (d) asas kekinian ; asas kekinian pada umumnya pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang dirasakan klien saat sekarang atau kini, namun pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau dimensi waktu yang lebih luas yaitu masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang, (e) asas kemandirian ; seperti dikemukakan terdahulu kemandirian merupakan tujuan dari usaha layanan bimbingan dan konseling. Dalam memberikan layanan para petugas hendaknya selalu berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing, (f) asas kegiatan ; asas bimbingan dan konseling yang menghendaki peserta didik atau orang tua yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan atau kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya, (g) asas kedinamisan ; upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekedar mengulang - ulang hal - hal yang lama bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju kesuatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, (h) asas keterepaduan ; asas layanan bimbingan dan konseling memadukan berbagai aspek individu yang dibimbing, sebagaimana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaannya tidak saling serasi dan terpadu akan justru menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri individu yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan, (i) asas kenormatifan ; asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku, (j) asas keahlian ; asas bimbingan dan konseling secara teratur, sistematik, dan dengan menggunakan teknik serta alat yang memadai. Asas keahlian ini akan menjamin keberhasilan jika dalam pelaksanaannya bimbingan dan konseling memiliki tenaga yang ahli, (k) asas alih tangan ; asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien), mengalih tangankan permasalahan ini kepada pihak yang lebih ahli, (l) asas tut wuri handayani ; merupakan asas bimbingan dan konseling menunjukkan pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing.
Menurut Ahmad Juntika Nurihsan (2004:15), asas bimbingan dan konseling adalah: (a) asas kerahasiaan, (b) asas kesukarelaan, (c) asas keterbukaan, (d) asas kekinian, (e) asas kemandirian, (f) asas kegiatan, (g) asas kedinamisan, (h) asas keterpaduan, (i) asas kenormatifan, (j) asas keahlian, (k)
asas alih tangan, (l) asas tutwuri handayani.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kemandirian, asas kegiatan, asas kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih tangan, dan asas tut wuri handayani. Saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu diselenggarakan secara terpadu dan dijadikan dasar pertimbangan dalam pelayanan. Sehingga asas-asas tersebut dapat di katakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh pelayanan bimbingan dan konseling.
5.Bidang Bimbingan dan Konseling
Dalam melaksanakan bimbingan dan konseling agar siswa dapat mengembangkan bakat, minat, dan keterampilan siswa untuk mengatasi kesulitan belajar perlu adanya penerapan dalam berbagai bidang.
Menurut W.S Winkel (dalam Dewa Ketut Sukardi, 2002:38), ada tiga bidang dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, yaitu: (a) Bidang bimbingan pribadi-sosial yaitu bidang bimbingan pribadi yang membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Dalam bidang bimbingan sosial, membantu siswa, mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur, dan bertanggung jawab. Bimbingan pribadi-sosial berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusian dengan sesama diberbagai lingkungan, (b) Bidang bimbingan belajar yaitu bidang bimbingan yang membantu siswa mengembangkan diri, sikap, dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi, dan (c) Bidang bimbingan karir, yaitu bidang bimbingan yang membantu siswa merencanakan dan mengembangkan masa depan karir.
Menurut Heru Mugiarso (2006:51), mengemukakan empat bidang bimbingan dan konseling yaitu : (a) Bidang bimbingan pribadi yaitu bimbingan yang membantu menemukan dan mengembangkan pribadi siswa yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dengan cara pemantapan pemahan tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangan melalui kegiatan yang kreatif dan produktif, (b) Bidang bimbingan sosial, yaitu bidang bimbingan dan konseling yang membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, bertanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan dengan cara pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, dan kebiasaan yang berlaku, (c) Bidang bimbingan belajar, yaitu bidang bimbingan dan konseling yang membantu siswa mengembangkan diri sikap kebiasaan belajar yang baik dengan cara pemantapan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif dan efisien serta produktif, baik dalam mencari informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap terhadap guru dan nara sumber lainnya, mengembangkan keterampilan belajar, mengerjakan tugas-tugas pelajaran dan menjalani program penilaiaan hasil belajar, dan (d) Bidang bimbingan karir, yaitu bidang bimbingan dan konseling membantu siswa untuk merencanakan dan mengembangkan masa depan karir dengan cara pemantapan, pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang hendak dikembangkan.
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan bimbingan dan konseling dapat melalui berbagai bidang yaitu bidang bimbingan pribadi-sosial, bidang bimbingan belajar, dan bidang bimbingan karier.
6.Jenis-jenis Layanan Kegiatan Bimbingan dan Konseling
Berbagai jenis layanan dan kegiatan yang perlu dilakukan sebagai wujud penyelenggaraan pelayanan bimbingan dam konseling terhadap sasaran layanan. Menurut Dewa Ketut Sukardi (2002:43-49). Layanan dan kegiatan pokok tersebut adalah sebagai berikut: (a) Layanan orientasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap peserta didik terutama orang tua memahami lingkungan seperti sekolah yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya yang peserta didik dilingkungan yang baru. (b) Layanan informasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan pengaruh yang besar kepada peserta didik (terutama orang tua) menerima dan memahami informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan-bahan pertimbangan dan pengambilan kuputusan sehari-hari. (c) Layanan penempatan dan penyaluran layanan pembelajaran, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinakan peserta didik (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran sesuai dengan potensi, bakat minat, serta kondisi pribadinya. (d) Layanan bimbingan belajar, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peseta didik (klien) mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, (e) Layanan Konseling Perorangan, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta dididk (klien) mendapatkan layanan langsung tatap muka dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan penuntasan permasalahan pribadi. (f) Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu. (g) Layanan konseling kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan utuk pembahasan dan pengentasan permasalahan.
Menurut Ahmad Juntika Nurihsan, dkk (2005:21-22) menyebutkan 6 layanan bimbingan dan konseling adalah : (a) Layanan pengumpulan data adalah: kegiatan dalam bentuk pengumpulan data, pengolahan dan penghimpunan berbagai informasi tentang siswa beserta latar belakangnya. Tujuan layanan ini untuk memperoleh pemahaman obyektif terhadap siswa dalam membantu mereka mencapai perkembangan optimal, (b) Layanan informasi adalah : layanan dalam memberikan sejumlah informasi kepada siswa. Layanan ini bertujuan agar siswa memiliki informasi memadai, baik informasi tentang dirinya maupun informasi tentang lingkungannya. Informasi yang diterima oleh siswa merupakan bantuan dalam membuat keputusan secara tepat, (c) Layanan penempatan adalah : layanan untuk membantu siswa agar memperoleh wadah yang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Layanan ini bertujuan agar setiap siswa dapat mencapai prestasi optimal sesuai dengan potensinya. (d) Layanan konseling adalah : layanan kepada siswa yang menghadapi masalah-masalah pribadi melalui teknik konseling. Layanan ini bertujuan agar siswa yang menghadapi masalah pribadi mampu memecahkannya sendiri. (e) Layanan referal adalah : layanan untuk melimpahkan kepada pihak lain yang lebih mampu dan berwenang apabila masalah yang ditangani itu di luar kemampuan dan kewenangan personil/guru kelas di SD tersebut. (f) Layanan penilaian dan tindak lanjut : layanan untuk menilai keberhasilan usaha bimbingan yang telah diberikan.
Berbagai jenis layanan yang telah dipaparkan melalui uraian di atas dapat saling terkait dapat menunjang antara satu dengan lainnya, sesuai dengan asas keterpaduan yaitu pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki keterpaduan berbagai aspek individu yang perlu dibimbing, agar individu dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
B.Kajian Teori tentang Kesulitan Belajar
1.Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan suatu terjemahan dari istilah bahasa Inggris “learning disability”. Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena “learning” artinya belajar dan disability artinya ketidakmapuan, sehingga terjemahan yang sebenarnya adalah ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan dalam ini karena dirasakan lebih optimistik.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002:201), kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar.
Menurut Abu Ahmadi, dkk (2004:77), kesulitan belajar adalah keadaan dimana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Menurut Dalyono (2005:229), kesulitan belajar adalah keadaan dimana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya.
Dengan demikian kesulitan belajar mempunyai pengertian suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, sehingga anak kurang cepat dalam mengembangkan prestasi belajarnya.
2.Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002:203-212), faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak didik dapat dibagi menjadi:
a. Faktor anak didik ; anak didik adalah subjek yang belajar, anak didik merasakan langsung penderitaan akibat kesulitan belajar. Karena anak adalah orang yang belajar, bukan guru yang belajar. Guru hanya mengajar dan mendidik. Kesulitan belajar yang diderita anak didik tidak hanya yang bersifat menetap, tetapi juga yang bisa dihilangkan dengan usaha-usaha tertentu. Faktor intelegensi adalah kesulitan anak didik yang bersifat menetap. Sedangkan kesehatan yang kurang baik, kebiasaan belajar yang tidak baik
adalah faktor non-intelektual yang bisa dihilangkan.
b. Faktor sekolah ; sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan rumah rehabilitasi anak didik. Ditempat inilah anak didik menimba ilmu pengetahuan dengan bantuan guru yang berhati mulia. Sebagai lembaga pendidikan yang setiap hari anak didik datangi tentu saja mempunyai dampak yang besar bagi anak didik. Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar akan ditentukan sampai sejauh mana kondisi dan sistem sosial di sekolah dalam menyediakan lingkungan yang kondusif dan kreatif. Sarana dan prasarana sudahkah mampu dibangun dan memberikan layanan yang memuaskan bagi anak didik.
c.Faktor keluarga ; keluarga adalah lembaga pendidikan informal (luar sekolah) yang diakui keberadaannya dalam dunia pendidikan. Peranannya tidak kalah pentingnya dalam lembaga formal dan non-formal. Bahkan sebelum anak didik mamasuki sekolah, anak sudah mendapatkan pendidikan dalam keluarga yang bersifat kodrati.
d.Faktor masyarakat sekitar ; jika keluarga adalah komunitas terkecil, maka masyarakat adalah komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial yang tersebar. Dalam masyarakat sosial terpatri strata sosial yang merupakan yang merupakan penjelmaan dari suku, ras, agama , pendidikan, dan status.
Menurut Hallen A (2005:121-123), ada dua faktor penyebab kesulitan belajar yaitu faktor internal yaitu faktor yang di dalam diri peserta didik dan faktor ekstern yaitu faktor yang berada di luar diri peserta didik. a) faktor internal seperti ; kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik, kurangnnya bakat khusus untuk suatu situasi belajar tertentu, kurangnya motivasi atau dorongan untuk belajar, emosional peserta didik pada waktu tertentu, faktor jasmaniah yang tidak mendukung kegiatan belajar dan faktor hereditas (bawaan) yang tidak mendukung kegiatan belajar. b) faktor ekstern seperti ; faktor lingkungan sekolah yang kurang memadai bagi situasai belajar peserta didik, situasi dalam keluarga mendukung situasi belajar peserta didik dan situasi lingkungan sosial yang mengganggu kegiatan belajar peserta didik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan faktor-faktor kesulitan belajar dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor tersebut dapat teratasi jika pihak keluarga, lingkungan sekitar dan sekolah secara intensif memberi motivasi dan bimbingan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, dan anak responsive terhadap bimbingan yang diberikan.
3.Cara Mengenal Anak Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Seperti telah dijelaskan bahwa anak didik yang mengalami kesulitan belajar adalah anak didik yang tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan, ataupun gangguan dalam belajar, sehingga menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati oleh orang lain, guru, ataupun orang tua. Menurut Abu Ahmadi, dkk (2004:94-96). Beberapa gejala sebagai indikator adanya kesulitan belajar anak didik dapat dilihat dari petunjuk-petunjuk berikut : a) menunjukkan prestasi belajar yang rendah, dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok anak didik di kelas, b) hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Padahal anak didik sudah berusaha belajar dengan keras, tetapi nilainya selalu rendah, c) anak didik lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar, d) anak didik menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, berpura-pura, berdusta, mudah tersinggung, dan sebagainya, e) menunjukkan tingkah laku yang berlainan, seperti mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, dan sebagainya.
Menurut Moh. Surya (dalam Hallen A, 2005:120), selain indikator gejala kesulitan belajar di atas ada satu gejala yang di tunjukkan anak didik adalah menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan anak didik yang mengalami kesulitan belajar adalah anak didik yang mengalami hambatan, gangguan belajar, sehingga menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati orang lain. Maka pihak guru atau pembimbing cepat memberi perhatian kepada anak didik tersebut dengan cara mengadakan penyelidikan tentang kesulitan belajarnya.
4.Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar
Menurut Abu Ahmadi dkk (2004:96-101), mengemukakan bahwa secara
garis besar langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu :
a.Pengumpulan data
Menurut Sam Isbani dan R. Isbani (dalam Abu Ahmadi, 2004:96), dalam pengumpulan data dapat digunakan berbagai metode, diantaranya adalah : observasi, kunjungan rumah, case study, case history, daftar pribadi, meneliti pekerjaan anak, tugas kelompok, melaksanakan tes. Dalam pelaksanaannya, metode-metode tersebut tidak harus semuanya digunakan secara bersama-sama akan tetapi tergantung pada masalahnya.
b.Pengelolaan data
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, tidak ada artinya jika tidak diadakan pengolahan secara cermat. Dalam pengelolaan data, langkah yang dapat ditempuh antara lain adalah : Identifikasi kasus, membandingkan antar - kasus, membandingkan hasil tes, dan menarik kesimpulan.
c.Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengelolaan data. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut: Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya), keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar, dan keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar dan sebagainya. Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya : Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak. Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak. Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak. Social worker, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami anak. Ortopedagogik, untuk mengetahui kelainan-kelainan yang ada pada anak, Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah. Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak di rumah.
d. Prognosis
Prognosis artinya “ramalan”. Dalam “Prognosis” ini anatara lain akan ditetapkan mengenai bentuk : treatment (perlakuan) sebagai follow up dari diagnosis. Dalam hal ini dapat berupa : bentuk treatment yang harus diberikan, bahan atau materi yang diperlukan, metode yang akan digunakan, alat-alat bantu belajar mengajar yang diperlukan, waktu (kapan kegiatan itu dilaksanakan). Pendek kata, prognosis adalah merupakan aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.
e.Treatment (perlakuan)
Perlakuan di sini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar). Bentuk treatmen yang mungkin dapat diberikan adalah : melalui bimbingan belajar kelompok, melalui bimbingan belajar individual, melalui pengajaran remidial dalam beberapa bidang studi tertentu, pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis, melalui bimbingan orang tua, dan pengentasan kasus yang mungkin ada.
f.Evaluasi
Evaluasi di sini dimaksudkan untuk meengetahui, apakah treatment yang telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment yang diterapkan tersebut tidak berhasil maka perlu ada pengecekan kembali kebelakang faktor-faktor apa yang mungkin menjadi penyebab kegagalan treatment tersebut. Mungkin program yang disusun tidak tepat, sehingga treatmentnya juga tidak tepat, atau mungkin diagnosisnya yang keliru, dan sebagainya. Alat evaluasi yang digunakan untuk evaluasi ini dapat berupa tes prestasi belajar (achievement test). Untuk mengadakan pengecekan kembali atas hasil treatment yang kurang berhasil, maka secara teoritis langkah-langkah yang perlu ditempuh, adalah sebagai berikut : Re-ceking data (baik itu pengumpulan maupun pengolahan data), Re-diagnosis, Re-prognosis, Re-treatment, Re-evaluasi. Begitu dan seterusnya sampai benar - benar dapat berhasil mengatasi kesulitan
belajar anak yang bersangkutan
Menurut Hallen A (2005:129), langkah-langkah yang perlu ditempuh seorang guru dalam mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan dengan enam tahap yaitu:
a.Mengenal peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
Cara yang paling mudah untuk mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah dengan cara mengenali nama peserta didik.
b.Memaham sifat dan jenis kesulitan belajarnya
Langkah kedua dalam mengatasi kesulitan belajar adalah mencari dalam mata pelajaran apa saja siswa ini (kasus) mengalami kesulitan dalam belajar.
c.Menetapkan latar belakang kesulitan belajar
Langkah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang latar belakang yang menjadi sebab timbulnya kesulitan belajar baik yang terletak di dalam diri peserta didik sendiri maupun diluar dirinya.
d.Menetapkan usaha-usaha bantuan
Setelah diketahui sifat dan jenis kesulitan serta latar belakangnya, maka
langkah selanjutnya ialah menetapkan beberapa kemungkinan tindakan-tindakan usaha bantuan yang akan diberikan, berdasarkan data yang akan di peroleh.
e.Pelaksanaan bantuan
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari langkah sebelumnya, yakni melaksanakan kemungkinan usaha bantuan. Pemberian bantuan diaksanakan secara terus-menerus dan terah dengan disertai penilaian yang tepat sampai pada saat yang telah diperkirakan.
f.Tindak lanjut
Tujuan langkah ini untuk menilai sampai sejauh manakah tindakan pemberian bantuan telah mencapai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut dilakukan secara terus-menerus, dengan langkah ini dapat diketahui keberhasilan usaha bantuan.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan. Jika faktor penyebab kesulitan belajar sudah diketahui penyebabnya, segera harus diatasi dengan enam tahap yaitu: Pengumpulan data, pengelolaan data, identifikasi kasus, diagnosis,
prognosis, treatmen, dan evaluasi.
C.Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia, kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupan seringkali menghadapi persoalan silih berganti, persolan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain timbul, demikian seterusnya. Berdasarkan atas kenyataan bahwa manusia itu tidak sama satu sama lainnya baik sifat maupun kemampuannya. Maka ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan dari orang lain maupun pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak sanggup mengatasi persoalan tanpa adanya bantuan orang lain. Peserta didik di sekolah biasanya juga memiliki masalah-masalah khususnya masalah dalam menerima atau juga memproses suatu materi pelajaran ke dalam pikirannya.
Bimbingan dan konseling dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Oleh karena itu individu yang mepunyai pribadi yang sehat selalu berusaha bersikap positif terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya, untuk mewujudkan sikap yang positif diperlukan anak didik yang berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri, bebas dan mantap. Anak didik yang seperti ini akan terhindar dari keragu-raguan dan ketakutan serta penuh dengan hal-hal yang positif dalam dirinya seperti kreatifitas, sportifitas dan lain sebagainya dan mampu mengatasi masalah masalah sendiri misalnya masalah kesulitan belajar.
Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para peserta didik di
sekolah, merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang serius di kalangan para peserta pendidik. Dikatakan demikian, karena kesulitan belajar yang dialami oleh para peserta didik di sekolah akan membawa dampak negatif, baik bagi siswa sendiri maupun lingkungannya. Untuk mencegah dampak negatif yang timbul karena kesulitan belajar yang dialami peserta didik, maka para pendidik harus waspada terhadap gejala-gejala kesulitan belajar yang mungkin dialami oleh peserta didiknya.
Masalah belajar yang sering timbul dikalangan peserta didik, misalnya
masalah pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar yang efektif dan efisien,
menggunakan buku-buku referensi, cara belajar kelompok, bagaimana mempersiapkan diri mengahadapi ujian, memilih jurusan atau mata pelajaran yang cocok dengan minat bakat yang dimilikinya, dari masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan program pelayanan bimbingan dan konseling untuk membantu para peserta didik agar mereka dapat berhasil dalam belajar.
Dalam belajar mengajar guru/pendidik sering menghadapi masalah adanya peserta didik yang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan lancar, ada siswa yang meperoleh prestasi belajar yang rendah, meskipun telah diusahakan untuk belajar dengan seabaik-baiknya, guru atau pendidik sering menghadapi dan menemukan peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar, untuk menghadapi peserta didik yang kesulitan belajar, pemahaman utuh dari guru tentang kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didiknya, merupakan dasar dalam usaha meberikan bantuan dan bimbingan yang tepat. Kesulitan belajar yang dialami peserta didik itu akan termanifestasi dalam berbagai macam gejala, misalnya menunjukan hasil belajar yang rendah, hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar, menunjukan sikap yang kurang wajar, menunjukan tingkah laku yang berkelaianan.
Melalui pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan siswa dapat mengalami perkembangan yang optimal baik secara akademis, psikologis dan sosial. Perkembangan yang optimal secara akademis diharapkan peserta didik mampu mencapai prestasi belajar yang baik dan optimal sesuai dengan kemampuan, perkembangan yang optimal ditandai dengan perkembangan kesehatan yang memadai, sedangkan perkembang optimal dari segi sosial bertujuan agar setiap peserta didik dapat mencapai penyesuaian diri dan memiliki kemampuan sosial yang optimal.
Dari uraian di atas telah jelas diuraikan bahwa bimbingan dan konseling sangat diperlukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa, sehingga siswa dapat meperoleh prestasi yang baik. Dengan perolehan prestasi yang baik maka tujuan pendidikan nasional akan tercapai, dan juga dapat berguna bagi kehidupan sehari-hari yang bahagia dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, dkk. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hallen A. 2005. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Quantum Teaching.
Juntika Nurihsan, A. 2004. Manajemen Bimbingan Konseling di Sekolah. Jakarta : PT. Grasindo Anggota Ikapi.
----------- dan Syamsu Yusuf. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mugiarso, Heru. 2006. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT UNNES Press.
Mulyati. 2007. Pengantar Psikologi Belajar. Jogjakarta : Quality Publishing.
Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksana Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling (Studi Karir). Yogyakarta: C. V. Andi Offset.
Semantik
A.Pengertian Semantik
Semantik dalam Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’.Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signe linguistigue).
Menurut ferdinan de saussure (1966), tanda lingustik terdiri atas :
1.Komponen yang mengartikan, yang berwujud bunyi bahasa.
2.Komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, yang lazim disebut sebagai referen atau acuan atau hal yang ditunjuk.
Jadi, ilmu semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau ilmu yang mempelajari tentang makna atau arti. Istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik daripada istilah untuk ilmu makna lainya, seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan semik. Ini dikarenakan istilah-istilah yang lainya itu mempunyai cakupan objek yang cukup luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda lalu lintas, morse, tanda matematika, dan juga tanda-tanda lain. Sedangkan batasan cakupan dari semantik adalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
B.Unsur-unsur Semantik
1.Tanda
a)Tanda yang ditimbulkan oleh alam, diketahui karena pengalamannya. Misalnya :
-Hari mendung tanda akan turun hujan.
-Hujan terus menerus dapat menimbulkan banjir.
-Banjir dapat menimbulkan wabah penyakit dan kelaparan.
b)Tanda yang ditiumbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang tersebut, misalnya :
-Anjing menggonggong tanda orang masuk halaman.
-Kucing bertengkar (meong) dengan ramai suaranya, tandanya ada wabah penyakit atau keributan.
c)Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibedakan atas :
-Yang bersifat ferbal :
adalah : tanda yang dihasilkan manusia melalui alat-alat berbicara.
-Yang bersifat non verbal digunakan : manusia untuk berkomunikasi sama halnya dengan tanda verbal.
Tanda verbal dibedakan atas :
(1)Tanda yang dihasilkan oleh anggota badan atau dikenal sebagai bahasa isyarat, contoh :
-Acungan jempol bermakna hebat, bagus.
-Mengangguki bermakna ya, menghormat.
(2)Tanda yang dihsilkan melalui bunyi atau suara :
Misalnya :
-Bersiul bermakna gembira, memanggil, ingin kenal.
-Menjerit bermakna sakit, minta tolong.
2.Lambang atau Simbol
Lambang menurut Plato kata di dalam suatu bahasa, sedangkan makna, adalah objek yang kita hayati di dunia, berupa rujukan yang ditunjuk oleh lambang tersebut, hubungan lambang dengan bahasa dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang terdiri atas tanda dan lambang. Lambang-lambang ini memiliki bentuk makna, atau dikatakan memiliki expressins and contents signifier dan signified.
Signifiant (signifier) yang menandai (citra bunyi) misalnya : pohon (p-o-h-o-n)
Si
Signifie (signified) yang ditandai (pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran
Jadi :hubungan antara signifiant dan signifie bersifat arbiter atau embarang saja, dengan kata lain, tanda bahasa (signe linguistique atau signe) bersifat arbiter. Dan signifiant bersifat linier, unsur-unsurnya membentuk satu rangkaian.
C.Jenis Semantik
1.Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih memusatkan pada pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Semantik leksikal menyelidiki makna yang ada pada leksem dari bahasa. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem disebut makna leksikal. Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yamg sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Misalnya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyababkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus, kata tikus dalam kalimat itu jelas merujuk kepada binatang tikus, bukan kepada yang lain.tetapi dalam kalimat yang menjadi tikus di gudang kami ternyata berkepala hitam bukanlah dalam kalimat leksikal karena tidak merujuk kepada binatang tikus melainkan kepada seorang manusia yang perbuatannya mirip dengan perbuatan tikus.
2.Semantik Gramatikal
Semantik gramatikal adalah studi semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam satuan kalimat.atau kajian semantik yang memaknai kata yang ada di dalam struktur baik kata yang ada dalam struktur klausa maupun kalimat. Misalnya kata tutup usia pada kalimat mantan Presiden soekarno tutup usia di Blitar dan pada kalimat kambing itu tutup usia di kebun. Makna kata tutup usia pada kalimat yang pertama yaitu wafat sedangkan pada kailmat yang kedua yaitu mati. Jadi, makna sebuah kata baik kata dasar muapun kata jadian sering sangat bergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi, maka makna gramatikal ini sering juga disebut makna kontekstual atau makna situasional. Selain itu bisa juga disebut makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.
3.Semantik Pragmatik
Semantik pragmatik adalah bidang studi semantik yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan konteks situasinya. Misalnya ujaran sudah hampir pukul dua belas, bila diucapkan oleh seorang ibu asrama mahasiswa puteri pada malam hari kepada si Joni, akan berbeda maknanya bila diucapkan oleh seorang Kiayi di pesantren kepada para sateri disiang hari, dan akan berbeda pula bila diucapkan oleh seorang pegawai kantor kepada rekanya di siang hari. Makna apa yang dimaksud oleh ujaran itu pada ketiga situasi tersebut, tentu Anda dapan memahaminya.
D.Manfaat Semantik
Manfaat semantik dalam penelitian bahasa, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis untuk dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang mempelajarinya. Bagi seorang guru, semantik dapat memberi manfaat sebagai teoritis dan juga manfaat praktis.
Manfaat teoritis karena dia sebagai guru bahasa harus pula mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang dijarkannya. Sedangkan manfaat praktis akan diperolehnya berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan bahasa itu kepada murid-muridnya.
E.Hubungan Semantik dengan Tataran Ilmu Sosial lain
Berlainan dengan tataran analisis bahasa lain, semantik adalah cabang ilmu linguistik yang memiliki hubungan dengan ilmu sosial,seperti sosiologi dan antropologi.
1.Semantik dan Sosiologi
Semantik berhubungan dengan sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata tertentu untuk menyatakan sesuatu dapat menandai identitas kelompok penuturnya.
Contoh : Penggunaan atau pemilihan kata ‘cewek’ atau ‘wanita’ akan dapat menunjukan identits kelompok penuturnya. Kata ‘cewek’ identik dengan kelompok anak muda, sedangkan kata ‘wanita’ terkesan lebih sopan, dan identik dengan kelompok orang tua yang lebih mengedepankan kesopanan.
2.Semantik dan Antropologi
Semantik dianggap berkepentingan dengan antropologi karena analisis maknan pada sebuah bahasa, melalui pilihan kata yang dipakai penuturnya akan dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya penuturnya.
Contoh : Penggunaan atau pemilihan kata ‘ngelih’ atau ‘lesu’ yang sama-sama berarti ‘lapar’ dapat mencerminkan budaya penuturnya.karena kata ‘ngelih’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat Jogjakarta,sedangkan kata ‘lesu’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat untuk daerah Jombang.
Dalam analisis semantik, bahasa bersifat unik dan memiliki hubungan yang erat dengan budaya masyarakat penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada suatu bahasa tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Contohnya penutur bahasa Inggris yang menggunakan kata ‘rice’ pada bahasa Inggris yang mewakili nasi, beras, gabah, dan padi.
Kata ‘rice’ akan mewakili makna yang berbeda dalam masing-masing konteks yang berbeda dapat bermakna nasi, gabah, atau padi. Tentu saja penutur bahasa inggris hanya mengenal ‘rice’ untuk menyebut nasi, beras, gabah, dan padi. Itu dikarenakan mereka tidak memiliki budaya mengolah padi, gabah, beras, dan nasi.
Kesulitan lain dalam menganalisis makan adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu penanda dengan referennya memiliki hubungan satu lawan satu.yang artinya setiap tanda linguistik tidak selalu memiliki satu makna. Adakalnya satu tanda linguistik memiliki dua acuan atau lebih. Dan sebaliknya dua tanda linguistik dapat memiliki satu acuan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2003. Semantik : Pengantar Studi tentang Makna. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Padeta, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.
Semantik dalam Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’.Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signe linguistigue).
Menurut ferdinan de saussure (1966), tanda lingustik terdiri atas :
1.Komponen yang mengartikan, yang berwujud bunyi bahasa.
2.Komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, yang lazim disebut sebagai referen atau acuan atau hal yang ditunjuk.
Jadi, ilmu semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau ilmu yang mempelajari tentang makna atau arti. Istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik daripada istilah untuk ilmu makna lainya, seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan semik. Ini dikarenakan istilah-istilah yang lainya itu mempunyai cakupan objek yang cukup luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda lalu lintas, morse, tanda matematika, dan juga tanda-tanda lain. Sedangkan batasan cakupan dari semantik adalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
B.Unsur-unsur Semantik
1.Tanda
a)Tanda yang ditimbulkan oleh alam, diketahui karena pengalamannya. Misalnya :
-Hari mendung tanda akan turun hujan.
-Hujan terus menerus dapat menimbulkan banjir.
-Banjir dapat menimbulkan wabah penyakit dan kelaparan.
b)Tanda yang ditiumbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang tersebut, misalnya :
-Anjing menggonggong tanda orang masuk halaman.
-Kucing bertengkar (meong) dengan ramai suaranya, tandanya ada wabah penyakit atau keributan.
c)Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibedakan atas :
-Yang bersifat ferbal :
adalah : tanda yang dihasilkan manusia melalui alat-alat berbicara.
-Yang bersifat non verbal digunakan : manusia untuk berkomunikasi sama halnya dengan tanda verbal.
Tanda verbal dibedakan atas :
(1)Tanda yang dihasilkan oleh anggota badan atau dikenal sebagai bahasa isyarat, contoh :
-Acungan jempol bermakna hebat, bagus.
-Mengangguki bermakna ya, menghormat.
(2)Tanda yang dihsilkan melalui bunyi atau suara :
Misalnya :
-Bersiul bermakna gembira, memanggil, ingin kenal.
-Menjerit bermakna sakit, minta tolong.
2.Lambang atau Simbol
Lambang menurut Plato kata di dalam suatu bahasa, sedangkan makna, adalah objek yang kita hayati di dunia, berupa rujukan yang ditunjuk oleh lambang tersebut, hubungan lambang dengan bahasa dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang terdiri atas tanda dan lambang. Lambang-lambang ini memiliki bentuk makna, atau dikatakan memiliki expressins and contents signifier dan signified.
Signifiant (signifier) yang menandai (citra bunyi) misalnya : pohon (p-o-h-o-n)
Si
Signifie (signified) yang ditandai (pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran
Jadi :hubungan antara signifiant dan signifie bersifat arbiter atau embarang saja, dengan kata lain, tanda bahasa (signe linguistique atau signe) bersifat arbiter. Dan signifiant bersifat linier, unsur-unsurnya membentuk satu rangkaian.
C.Jenis Semantik
1.Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih memusatkan pada pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Semantik leksikal menyelidiki makna yang ada pada leksem dari bahasa. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem disebut makna leksikal. Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yamg sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Misalnya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyababkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus, kata tikus dalam kalimat itu jelas merujuk kepada binatang tikus, bukan kepada yang lain.tetapi dalam kalimat yang menjadi tikus di gudang kami ternyata berkepala hitam bukanlah dalam kalimat leksikal karena tidak merujuk kepada binatang tikus melainkan kepada seorang manusia yang perbuatannya mirip dengan perbuatan tikus.
2.Semantik Gramatikal
Semantik gramatikal adalah studi semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam satuan kalimat.atau kajian semantik yang memaknai kata yang ada di dalam struktur baik kata yang ada dalam struktur klausa maupun kalimat. Misalnya kata tutup usia pada kalimat mantan Presiden soekarno tutup usia di Blitar dan pada kalimat kambing itu tutup usia di kebun. Makna kata tutup usia pada kalimat yang pertama yaitu wafat sedangkan pada kailmat yang kedua yaitu mati. Jadi, makna sebuah kata baik kata dasar muapun kata jadian sering sangat bergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi, maka makna gramatikal ini sering juga disebut makna kontekstual atau makna situasional. Selain itu bisa juga disebut makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.
3.Semantik Pragmatik
Semantik pragmatik adalah bidang studi semantik yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan konteks situasinya. Misalnya ujaran sudah hampir pukul dua belas, bila diucapkan oleh seorang ibu asrama mahasiswa puteri pada malam hari kepada si Joni, akan berbeda maknanya bila diucapkan oleh seorang Kiayi di pesantren kepada para sateri disiang hari, dan akan berbeda pula bila diucapkan oleh seorang pegawai kantor kepada rekanya di siang hari. Makna apa yang dimaksud oleh ujaran itu pada ketiga situasi tersebut, tentu Anda dapan memahaminya.
D.Manfaat Semantik
Manfaat semantik dalam penelitian bahasa, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis untuk dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang mempelajarinya. Bagi seorang guru, semantik dapat memberi manfaat sebagai teoritis dan juga manfaat praktis.
Manfaat teoritis karena dia sebagai guru bahasa harus pula mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang dijarkannya. Sedangkan manfaat praktis akan diperolehnya berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan bahasa itu kepada murid-muridnya.
E.Hubungan Semantik dengan Tataran Ilmu Sosial lain
Berlainan dengan tataran analisis bahasa lain, semantik adalah cabang ilmu linguistik yang memiliki hubungan dengan ilmu sosial,seperti sosiologi dan antropologi.
1.Semantik dan Sosiologi
Semantik berhubungan dengan sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata tertentu untuk menyatakan sesuatu dapat menandai identitas kelompok penuturnya.
Contoh : Penggunaan atau pemilihan kata ‘cewek’ atau ‘wanita’ akan dapat menunjukan identits kelompok penuturnya. Kata ‘cewek’ identik dengan kelompok anak muda, sedangkan kata ‘wanita’ terkesan lebih sopan, dan identik dengan kelompok orang tua yang lebih mengedepankan kesopanan.
2.Semantik dan Antropologi
Semantik dianggap berkepentingan dengan antropologi karena analisis maknan pada sebuah bahasa, melalui pilihan kata yang dipakai penuturnya akan dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya penuturnya.
Contoh : Penggunaan atau pemilihan kata ‘ngelih’ atau ‘lesu’ yang sama-sama berarti ‘lapar’ dapat mencerminkan budaya penuturnya.karena kata ‘ngelih’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat Jogjakarta,sedangkan kata ‘lesu’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat untuk daerah Jombang.
Dalam analisis semantik, bahasa bersifat unik dan memiliki hubungan yang erat dengan budaya masyarakat penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada suatu bahasa tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Contohnya penutur bahasa Inggris yang menggunakan kata ‘rice’ pada bahasa Inggris yang mewakili nasi, beras, gabah, dan padi.
Kata ‘rice’ akan mewakili makna yang berbeda dalam masing-masing konteks yang berbeda dapat bermakna nasi, gabah, atau padi. Tentu saja penutur bahasa inggris hanya mengenal ‘rice’ untuk menyebut nasi, beras, gabah, dan padi. Itu dikarenakan mereka tidak memiliki budaya mengolah padi, gabah, beras, dan nasi.
Kesulitan lain dalam menganalisis makan adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu penanda dengan referennya memiliki hubungan satu lawan satu.yang artinya setiap tanda linguistik tidak selalu memiliki satu makna. Adakalnya satu tanda linguistik memiliki dua acuan atau lebih. Dan sebaliknya dua tanda linguistik dapat memiliki satu acuan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2003. Semantik : Pengantar Studi tentang Makna. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Padeta, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.
Rabu, 27 Oktober 2010
Naskah Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Kompetensi yang Harus Dimiliki Guru
1.Kompetensi Pribadi
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya: (1) kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama; (3) kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat; (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma dan; (5) bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
2.Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting. Oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran; (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
3.Kompetensi Sosial Kemasyarakatan
Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1) kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan; (3) kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok.
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya: (1) kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama; (3) kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat; (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma dan; (5) bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
2.Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting. Oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran; (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
3.Kompetensi Sosial Kemasyarakatan
Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1) kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan; (3) kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok.
Psikologi
Psikologi
Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :
• Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
• Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
• Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
• Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
• Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
• Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
• Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
• Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
• Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya,–terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya–, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :
• Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
• Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
• Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
• Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
• Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
• Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
• Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
• Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
• Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya,–terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya–, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Arti Merapi Bagi Mbah Maridjan
KOMPAS.com - Musibah letusan Gunung Merapi, Selasa (26/10) pukul 18.10, 18.15, dan 18.25, menyisakan dua pertanyaan penting, serta keprihatinan publik.Pertama, mengapa jumlah korban meninggal terempas guguran lava Merapi begitu tinggi, mencapai 32 orang, termasuk juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan (83)? Padahal, peringatan akan bahaya Merapi sudah diumumkan dan langkah antisipasi juga sudah dipersiapkan oleh pemerintah.Kedua, masyarakat makin ingin tahu siapakah Mbah Maridjan dan bagaimana sebenarnya perannya sebagai juru kunci Gunung Merapi dari Keraton Yogyakarta, yang dalam beberapa kali peristiwa erupsi tetap memilih tinggal di rumahnya di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta? Dusun tempat tinggalnya bersama keluarganya itu adalah dusun tertinggi, berjarak hanya 4 kilometer dari puncak Merapi (2.968 meter di atas permukaan laut).Ribuan ”alumnus” pendaki Merapi, khususnya alumnus jalur selatan lewat Kinahrejo, pasti mengenal Mbah Maridjan dan belajar mencintai alam darinya. Salah satu alumnus Merapi yang pernah menyatakan kebanggaannya sebagai pencinta alam ialah pakar politik almarhum Prof Dr Riswandha Imawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ketika itu.Komunitas anak muda pencinta gunung itu—jika mereka berkemah atau mendaki Merapi dari jalur Kinahrejo—pasti akan bersua dengan sosok Mbah Maridjan, yang oleh Keraton Yogyakarta diangkat sebagai juru kunci Merapi. Datang atau pergi, belum lega kalau belum sowan ”simbah”, pemilik base camp yang lengkap menyewakan balai-balai bambu luas untuk bergelimpang istirahat di rumahnya.Sejak awal tahun 1980-an, tempat itu sebenarnya sudah menjadi ”area dan fasilitas publik”. Di kanan kiri rumah induknya berupa bangunan limasan, ada bangunan rumah yang saban hari menjadi warung tempat pendaki maupun pelancong melepaskan lelah: kopi, teh, kopi jahe, kacang rebus, mi instan, nasi goreng, nasi rames, rokok, sampai obat nyamuk. Malam Minggu, begitu banyak kaum muda reriungan di sana. Gunung dan imajinasi liar menyatu.Mbah Maridjanlah yang memegang kata putus: kapan satu rombongan pendaki diizinkan naik, kapan tidak—karena ia tahu kondisi jalur pendakian aman atau berbahaya saat itu. Hiburan yang membuat kangen, dan mengesankan anak muda dan tetamunya, tentulah karena Simbah begitu ”licin” dalam berbahasa: kosakatanya liat, dan memang cerdik.Ucapan-ucapan juru kunci Merapi yang dilantik Maret 1983 oleh Sultan Hamengku Buwono (HB) IX itu juga tidak linier, multidimensi, dan kaya metafor. Karena itu, sangat sering membuat orang dengan logika lurus terpeleset menafsirkannya.Mengapa ia menjadi juru kunci Merapi? Ini bertalian dengan wilayah Merapi sebagai wilayah milik Keraton Yogyakarta. Keraton punya tradisi mengangkat juru kunci Merapi sebagai bagian dari ”pandangan dunia” lazimnya keraton Jawa, tentang garis magis imajiner antara Gunung Merapi, Keraton, dan Parangtritis di Pantai Selatan, Yogyakarta.
Di sebuah senja menjelang gerimis di tahun 2006, mendadak serombongan mahasiswa minta berteduh di kediamannya. Oom Piet, instruktur rombongan itu, ternyata sudah lama kenal Simbah, tapi begitu lama tak muncul di sana.Mbah Maridjan spontan mengambil peci dan mengajak tamunya masuk ke rumah inti, limasan kecil di belakang bangunan joglo. Dan teh panas pun dihidangkan. ”Kebutuhan orang itu, ya, ’rasa kekurangan’ itu,” katanya, mendadak berkomentar tentang bencana banjir dan longsor di mana-mana akibat ulah manusia. ”Meski diberi sebanyak apa pun, manusia akan merasa kekurangan, karena kekurangan itulah kebutuhan manusia,” kata abdi dalem keraton yang punya gelar Mas Penewu Suraksohargo itu.
Kali lain, serombongan pelancong dari Jakarta datang mencari angin di Kinahrejo. Mbah Maridjan meneror: ”Maunya ke rumah Simbah cari resep ya Mas, jebule di sini sepet. Hohohoho... lha piye niku (Maunya ke rumah Simbah mencari kenyamanan ya Mas, ternyata di rumah simbah menjemukan. Bagaimana tuh),” kata Mbah Maridjan telak, membuyarkan imajinasi soal perikehidupan desa.
Selasa siang, tiga jam sebelum erupsi terjadi, Mbah Maridjan menemui utusan Ketua PB NU Hasyim Muzadi yang ingin berkunjung Rabu pagi. Dalam obrolannya, siang itu Mbah Maridjan berkali-kali mengungkapkan kekesalannya kepada para wartawan. Oleh sebab itu, ia selalu menolak diambil gambar oleh wartawan. ”Wartawan itu beritanya besar, tetapi sebenarnya faktanya kecil. Sedangkan kabar yang baik, mengapa justru menjadi jelek,” katanya dalam bahasa Jawa.
Ungkapan seperti itu boleh jadi menggambarkan kekecewaannya atas ruwetnya profesinya kini sebagai juru kunci Merapi, karena cara media massa membahasakannya.
Sebutlah ”pekerjaan” sebagai juru kunci, adalah ”pendakian” personalnya secara spiritual. Wilayah itu tak sepenuhnya bisa diterang-jelaskan, sebagaimana pengalaman puitik pada tradisi para kawi (sastrawan). Hal yang mirip, sepintas juga hidup pada komunitas wayang orang di Dusun Tutup Ngisor, Kecamatan Dukun, Magelang.
Kira-kira, Mbah Maridjan itu kaget bahwa aras informasi yang masih prematur miliknya (tentang Merapi dan apa saja) mendadak menjadi sebuah konstatasi. Sebuah kepastian, bahkan sering dibikin lebih menyeramkan oleh media. Dan khalayak tak jarang melanjutkannya dengan perburuan: mengerumuninya minta konfirmasi.
Inilah mengapa dalam kaitan dengan situasi kritis Merapi, Selasa siang itu Simbah terang-terangan menolak disebut panutan.
Jadi jelas, dia menyatakan diri cara berpikirnya bukan ”jalan umum”, bukan ”rute angkutan umum”. Dia berharap setiap orang mampu menentukan sikap untuk keselamatannya sendiri, dan tak ingin siapa pun hanya mengekor tindakannya. Hal ini karena setiap orang bertanggung jawab terhadap keselamatan dirinya sendiri. ”Kalau sudah merasa harus mengungsi, mengungsi saja. Jangan mengikuti orang bodoh yang tak pernah sekolah seperti saya ini,” katanya.
Baginya, Merapi adalah rumah yang harus diterima, dalam kondisi baik ataupun buruk. ”Kalau turun, nanti diomongin banyak orang. Hanya senang enaknya, tapi tak mau terima buruknya. Bagus atau buruk, ya ini rumah sendiri,” katanya.
Yang indah dan tetap ndeso, menurut kami, di hari terakhirnya itu, pagi harinya Mbah Maridjan masih mencangkul di ladang....
Di sebuah senja menjelang gerimis di tahun 2006, mendadak serombongan mahasiswa minta berteduh di kediamannya. Oom Piet, instruktur rombongan itu, ternyata sudah lama kenal Simbah, tapi begitu lama tak muncul di sana.Mbah Maridjan spontan mengambil peci dan mengajak tamunya masuk ke rumah inti, limasan kecil di belakang bangunan joglo. Dan teh panas pun dihidangkan. ”Kebutuhan orang itu, ya, ’rasa kekurangan’ itu,” katanya, mendadak berkomentar tentang bencana banjir dan longsor di mana-mana akibat ulah manusia. ”Meski diberi sebanyak apa pun, manusia akan merasa kekurangan, karena kekurangan itulah kebutuhan manusia,” kata abdi dalem keraton yang punya gelar Mas Penewu Suraksohargo itu.
Kali lain, serombongan pelancong dari Jakarta datang mencari angin di Kinahrejo. Mbah Maridjan meneror: ”Maunya ke rumah Simbah cari resep ya Mas, jebule di sini sepet. Hohohoho... lha piye niku (Maunya ke rumah Simbah mencari kenyamanan ya Mas, ternyata di rumah simbah menjemukan. Bagaimana tuh),” kata Mbah Maridjan telak, membuyarkan imajinasi soal perikehidupan desa.
Selasa siang, tiga jam sebelum erupsi terjadi, Mbah Maridjan menemui utusan Ketua PB NU Hasyim Muzadi yang ingin berkunjung Rabu pagi. Dalam obrolannya, siang itu Mbah Maridjan berkali-kali mengungkapkan kekesalannya kepada para wartawan. Oleh sebab itu, ia selalu menolak diambil gambar oleh wartawan. ”Wartawan itu beritanya besar, tetapi sebenarnya faktanya kecil. Sedangkan kabar yang baik, mengapa justru menjadi jelek,” katanya dalam bahasa Jawa.
Ungkapan seperti itu boleh jadi menggambarkan kekecewaannya atas ruwetnya profesinya kini sebagai juru kunci Merapi, karena cara media massa membahasakannya.
Sebutlah ”pekerjaan” sebagai juru kunci, adalah ”pendakian” personalnya secara spiritual. Wilayah itu tak sepenuhnya bisa diterang-jelaskan, sebagaimana pengalaman puitik pada tradisi para kawi (sastrawan). Hal yang mirip, sepintas juga hidup pada komunitas wayang orang di Dusun Tutup Ngisor, Kecamatan Dukun, Magelang.
Kira-kira, Mbah Maridjan itu kaget bahwa aras informasi yang masih prematur miliknya (tentang Merapi dan apa saja) mendadak menjadi sebuah konstatasi. Sebuah kepastian, bahkan sering dibikin lebih menyeramkan oleh media. Dan khalayak tak jarang melanjutkannya dengan perburuan: mengerumuninya minta konfirmasi.
Inilah mengapa dalam kaitan dengan situasi kritis Merapi, Selasa siang itu Simbah terang-terangan menolak disebut panutan.
Jadi jelas, dia menyatakan diri cara berpikirnya bukan ”jalan umum”, bukan ”rute angkutan umum”. Dia berharap setiap orang mampu menentukan sikap untuk keselamatannya sendiri, dan tak ingin siapa pun hanya mengekor tindakannya. Hal ini karena setiap orang bertanggung jawab terhadap keselamatan dirinya sendiri. ”Kalau sudah merasa harus mengungsi, mengungsi saja. Jangan mengikuti orang bodoh yang tak pernah sekolah seperti saya ini,” katanya.
Baginya, Merapi adalah rumah yang harus diterima, dalam kondisi baik ataupun buruk. ”Kalau turun, nanti diomongin banyak orang. Hanya senang enaknya, tapi tak mau terima buruknya. Bagus atau buruk, ya ini rumah sendiri,” katanya.
Yang indah dan tetap ndeso, menurut kami, di hari terakhirnya itu, pagi harinya Mbah Maridjan masih mencangkul di ladang....
Langganan:
Postingan (Atom)